Modal Kerja
Riyandi Rahmat 0 Comments

Kredit atau Pembiayaan Modal Kerja

Rate this post

Modal Kerja

Pengertian umum (best practice) adalah modal yang berbentuk Aktiva Lancar yakni terdiri dari Kas, Bank, Surat Berharga, Piutang dan Persediaan pada sebuah perusahaan. Jumlah total dari aktiva lancar ini sering disebut sebagai Gross Working Capital)\. Sedangkan Nett Working Capital adalah  dikurangi Total Hutang Lancar (yang terdiri utamanya dari Hutang Dagang, Hutang Bank).

Dengan demikian modal yang berputar (circulating capital) yang apabila terganggu keseimbangannya akan berdampak serius dan segera bagi perusahaan. Untuk itu harus dikelola dengan efektif, efisien dan harus dihindari penyalahgunaan modal kerja yang tidak sesuai (side-streaming).

Jenis-Jenisnya

Secara umum ada 2 jenis  yaitu:

  1. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital) adalah sejumlah modal kerja yang diperlukan oleh perusahaan untuk mampu beroperasi secara terus-menerus (kontinu).
  2. Moda Kerja Variabel (Variable Working Capital) adalah modal kerja yang waktu dan jumlah kebutuhannya tidak tetap atau berubah-ubah sesuai dengan kondisi pasar; yang termasuk dalam kategori ini adalah :
  3. Modal Kerja Darurat (Emergency Working Capital), yaitu kebutuhan MK pada saat keadaan darurat, misalnya persediaan terbakar habis, kenaikan harga bahan baku yang tidak normal.
  4. Modal Kerja Musiman (Seasonal Working Capital), yakni modal kerja yang waktu kebutuhannya pada masa-masa tertentu, a. menjelang Musim Tanam, Lebaran, Tahun Baru dan Lebaran Haji atau Tahun AJaran Baru Libuan.

Kapan sebuah perusahaan membutuhkan (tambahan) Modal Kerja? Identifikasi atas hal ini sangat penting untuk dipahami oleh Account Officer (AO) agar tidak terjebak dalam kesalahan perhitungan kebutuhan modal kerja yang dapat menyebabkan terjadinya over-financing atau under-financing.

Secara best practice, untuk mengidentifikasi kebutuhan modal kerja maka seorang AO harus memahami Cash-to-cash cycle yang wajar dari sebuah jenis usaha. Beberapa faktor yang mempengaruhi Modal Kerja, antara lain yaitu:

  1. Nilai Penjualan Modal kerja akan dibutuhkan saat perusahaan berencana meningkatkan nilai penjualannya. Hal utama yang harus diyakinkan adalah apakah perusahaan masih memiliki kelebihan kapasitas produksi (gudang) dan apakah potensi pasarnya masih cukup besar. Seorang AO harus mampu memperoleh informasi yang cukup memadai baik dari nasabah maupun dari pasar untuk dijadikan dasar analisa.
  2. Memanjangnya umur persediaan (Days Inventory-DI)

Memanjangnya DI dapat disebabkan karena perusahaan sengaja menambah persediaan sebagai antisipasi pasar atau dikarenakan terjadi kelambatan penjualan. Sebab yang kedua tentunya mempunyai risiko yang lebih tinggi. Semakin panjang umur persediaan akan semakin menambah kebutuhan modal kerja.

  1. Memanjangnya umur piutang (Days Receivable – DR)

Memanjangnya DR dapat disebabkan karena kebijakan perusahaan untuk memberikan keringanan pembayaran kepada pelanggan sebagai strategi peningkatan penjualan. Atau dapat juga disebabkan karena memang ada kemunduran pembayaran dari para pelanggannya; Artinya kualitas tagihan perusahaan memang menurun yang tentunya memiliki risiko tidak tertagih.

  1. Memendeknya umur Utang dagang (Days Payable – DP)

Semakin besar dan panjang umur hutang dagang, maka semakin sedikit kebutuhan akan pembiayaan modal kerja. Umur DP mencerminkan tingkat kepercayaan supplier kepada customernya. Semakin panjang DP diartikan tingkat kepercayaan supplier yang tinggi kepada customernya; demikian sebaliknya.

Contoh Kasus:

Sebuah perusahaan memperoleh kontrak kerja senilai Rp. 10 Miliar. Berapa kebutuhan plafond modal kerja yang diperlukan?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut diatas, maka terlebih dahulu perlu dipahami beberapa hal sebagai berikut:

  1. Kontrak kerja adalah perjanjian antara Pemberi Kerja (Bouwheer) dengan Penerima Kerja (Kontraktor) untuk melaksanakan suatu pekerjaan tertentu dalam jangka waktu tertentu dan dengan kompensasi yang disepakati.
  2. Kaidah umum menyatakan bahwa nilai sebuah kontrak adalah identik dengan harga jual yang diajukan oleh Kontraktor dan disetujui oleh bouwheer. Dengan demikian nilai kontrak telah mencakup dua hal utama, yakni Porsi Keuntungan dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sehingga harus diketahui berapa Rencana Anggaran Biaya (RAB) atau Harga Pokok Produksi.
  3. Kebutuhan plafond modal kerja atas sebuah kontrak kerja sangat tergantung pada Terms & Conditions dalam kontrak khususnya dalam klausula tata cara pembayaran dari pihak Pemberi Kerja.
  4. Secara umum ada beberapa mekanisme pembayaran dari Bouwheer kepada Kontraktor yakni:
    Pembayaran Bertahap sesuai Termin dengan atau tanpa Uang Muka
  5. Pembayaran sekaligus pada saat pekerjaan telah selesai atau Turn-Key Project.

Untuk Kondisi Turn-Key Project, kebutuhan Modal Kerja (MK) secara cepat dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:

MK = Nilai Kontrak – (PPN + Uang Muka + Keuntungan)

Porsi pembiayaan Bank umumnya sebesar 70%-80% dari kebutuhan Modal Kerja. Sedangkan bila kontrak pembayaran dari Bouwheer adalah Termin-basis, maka harus dibuatkan Cashflow Projection bulanan selama periode proyek. Dari Proyeksi Cashflow tersebut akan terlihat maksimum Negative Cashflow atau Cashflow Gap. Maksimum plafond Modal Kerja yang dapat diberikan adalah sebesar Cashflow gap tersebut dengan porsi pembiayaan Bank 70%-80%.

Jadi apabila Kontrak senilai Rp. 10 Miliar tersebut adalah Turn-Key Project, dengan asumsi Uang Muka 20%, PPN 10% dan Profit Margin 20%, maka kebutuhan plafond Modal Kerja yang diperlukan adalah sebesar:

MK = 10M – (2M + 1M + 2M)
= 5M x 70% (Porsi Bank)
= 3,5 Miliar

Sedangkan apabila Kontrak senilai Rp. 10 Miliar tersebut pembayarannya per 10% progress dengan masa tagih selama 2 bulan & tanpa ada Uang Muka, maka kebutuhan Modal Kerja sebesar:

MK = 10M x 80% (HPP) x 10% (progress) x
2 (bulan-masa tagih)
= 1,6 Miliar

Dengan asumsi kontraktor mampu membuat progress pekerjaan minimal 10% per bulan. Disamping penentuan jumlah plafond Modal Kerja, ada beberapa hal penting lain yang harus diperhatikan dalam merealisasikan pembiayaan kontrak yakni antara lain:

  1. Bank harus melakukan verifikasi dan konfirmasi langsing kepada Bouwheer atas kontrak yang akan dibiayai.
  2. Kontraktor telag cukup pengalaman dalam mengerjakan jenis pekerjaan yang tercantum dalam kontrak.
  3. Penggunaan dana pencairan harus diyakinkan untuk pengerjaan proyek, yakni untuk pembelian bahan baku dan atau pembayaran upah pekerja proyek.
  4. Pencairan harus bertahap dengan mempertimbangkan progress atas pencairan sebelumnya.
  5. Harus diyakinkan bahwa pembayaran dari bouwheer harus ditujukan ke rekening nasabah di bank pemberi fasilitas pembiayaan. Dan setiap penerimaan pembayaran dari bouwheer harus dipergunakan untuk menurunkan pembiayaan secara proporsional.
  6. Account Officer harus mampu melakukan rekonsiliasi antara kemajuan proyek di lapangan dengan laporan dan progress pembayaran serta dengan jumlah pembiayaan yang telah dicairkan.

Daftar Pustaka :

Artikel Chairul Aslam – Praktisi Perbankan

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.